Senin, 29 September 2008

Mudik Yuuuk......



Mudik kali ini, bagi saya agak sedikit 'memprihatinkan'. Yah, karena biasanya kami agak leluasa dan nyantai mudik menggunakan kendaraan roda empat, tapi tahun ini, karena satu dan banyak hal, kami mudik menggunakan kendaraan roda dua. Sebenarnya bukan kali ini saja kami pulang ke Cirebon naik motor. Yang memberatkan kali ini adalah, kondisi saya yang sedang hamil muda, belum lagi ayah sedang puasa, udara yang panas dan yang jelas, jalanan yang lebih macet di banding mudik tahun lalu. Sejauh pengamatan saya, ada beberapa jalur yang ditutup dan dialihkan ke jalur alternatif. Makanya, jalur alternatif terasa padat dan panas akibat beberapa pekerjaan perbaikan jalan yang belum kelar (bagaimana ini...?). Tapi alhamdulillah.. dengan terbata-bata alias dikit-dikit memutuskan istirahat, sampai juga kami di kampung kelahiran ayah. Rencana kami akan berlebaran di sini. Happy Lebaran ya...? Bagi yang mudik, tetap tertib di jalan agar selamat sampai tujuan.......

Rabu, 24 September 2008

Alhamdulillah...

Begitulah komentar ayah siang itu, ketika saya mengabarkan padanya (lewat sms, karena waktu itu ayah lagi di Jogja) bahwa saya hamil! Terlebih si sulung Sheva. Dia begitu bersemangat dan antusias menerima kabar bahwa sebentar lagi InsyaAllah dia akan memiliki seorang adik. Dan, begitulah hari-hari berikutnya kami lewati, membiasakan memanggil Sheva dengan panggilan Kakak, atau Aa atau Mas, mengajari Sheva untuk mulai berbagi kasih sayang dengan adiknya, membiasakan diri tiap pagi mendengar saya yang muntah-muntah di kamar mandi, atau..membiasakan diri mendengar saya yang tiba-tiba melontarkan keinginan aneh. That's why, saya berasa lamaaa.. sekali tidak mengunjungi 'rumah' saya sendiri. Perubahan hormon dalam diri saya, benar-benar telah membuat saya terheran-heran dengan diri sendiri. Tiba-tiba tidak tahan dengan bau-bauan aneh, tiba-tiba tidak doyan makan (makanya berat badan saya sampai turun 4 kg), tiba-tiba gampang marah, jadi pemalas (terutama malas mandi dan dandan). Ah...inilah kodrat wanita. Tak terbayangkan sebentar lagi akan memiliki bayi lagi, repot lagi dan mungkin kurus lagi.... Alhamdulillah.. ya Allah.. jagalah apa yang ada dalam perutku. Berilah dia kesehatan, kesempurnaan mental dan jasmani, wajah yang elok, hati yang lembut, otak yang cerdas, sifat yang sholeh dan senantiasa mendoakan kedua orang tuanya. Amin...

Jumat, 18 Juli 2008

Dia Sudah Besar...?



Sheva mulai belajar banyak hal. Dia selalu merasa dirinya sudah besar. Apa-apa ingin dia lakukan sendiri. Bahkan tak mau dibantu siapapun. Tak jarang, saya dan ayahnnya dibuat kagum, haru, geli dan pasti bahagia dengan tingkahnya. Seperti ketika suatu malam, Sheva hendak mematikan lampu kamar yang tak terjangkau olehnya. Dia merasa bisa melakukannya sendiri. Saya sempat ragu. Tapi kecerdasannya, memupuskan keraguan itu. Tanpa disadarinya bahwa kami sedang memperhatikannya, diambilnya beberapa bantal untuk ditumpuk dan dijadikannya pijakan agar dia menjangkau saklar listrik. Luar biasa. Sebuah ide sederhana yang belum tentu terpikirkan oleh anak seusianya. Bagi orang dewasa, mungkin apa yang dilakukan Sheva adalah hal yang jamak. Tapi untuk anak seumuran Sheva, dan bagi kami, tentunya ini kemajuan kecerdasan yang layak membuat kami kagum dan terharu. Atau di suatu kesempatan yang lain, saat Sheva mendapati saya yang tengah murung dan merenung, dia bertanya apa yang sedang saya pikirkan. Saya bilang, bahwa saya sedang sedih karena tidak punya uang (Saya khilaf, dan tak seharusnya saya mengatakan hal itu padanya). Ternyata kata-kata yanng meluncur dari mulut Sheva, sungguh di luar dugaan saya: "Makanya... ibu kerja yang bener biar dapat duit..." Subhanallah.. Dan yang tengah membuat saya dan suami saya bangga adalah Sheva sudah berani tidur terpisah kamar dengan kami. Sekaligus Sheva belajar konsekuen dengan permintaannya, yaitu sebuah sprigbed susun (walau untuk mendapatkannya kami harus mencicil 10x, Hehehe...). Meskipun beberapa sikap dan perkataanya kadang membuat kami jengkel dan terasa menyebalkan, toh kami tetap bersyukur atas anugrah dari Allah yang tak ternilai ini. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa membimbing kami agar selalu menjaga amanah-Nya ini dengan baik.... Amin.

Rabu, 09 Juli 2008

Pengen Punya Adek...



Sudah beberapa bulan ini sebenarnya, anak saya menginginkan kehadiran seorang adik. Mungkin karena mellihat beberapa teman sebayanya yang sudah memiliki adik. Bahkan dek Iren (sepupu Sheva) aja udah punya adik. Saya dan suami (didukung penuh oleh mertua) sesungguhnya mempunyai rencana menambah momongan saat Sheva berumur 6 tahun, ya..kelas 1 SD lah.. Dengan asumsi bahwa pada usia itu, Sheva sudah bisa melakukan aktifitasnya sendiri. Setidaknya tidak begitu tergantung pada saya atau ayahnya. Apalagi jika melihat kesibukan ayah akhir-akhir ini yang makin 'menggila', dan saya pun sudah menyusun rencana jangka pendek untuk kuliah lagi. Belum lagi problem gonta-ganti pembantu yang hingga saat ini mudah-mudahan tak terjadi lagi. So, kami pikir lebih baik kami menunggu 2 tahun lagi untuk menmbah momongan. Secara, rumah pun kami masih kontrak. Tapi rupanya, delusi Sheva akan hadirnya seorang adik di sisinya, menciptakan sebuah situasi yang sangat paradoksal di hati saya. Beberapa kali saya mencoba memberi pengertian kepada Sheva, arti kehadiran seorang adik di sisinya kelak. Bahwa, saat dia punya adik nanti, dia harus lebih dewasa dan mandiri, dalam arti melakukan segala aktivitasnya sendiri. Makan sendiri, tidur sampai mandi juga harus sendiri. Dia juga harus belajar berbagi dengan adiknya, dan yang pasti harus banyak mengalah. Doktrin saya membuahkan hasil. Meski belum sepenuhnya, kini Sheva mulai membiasakan diri melakukan aktivitasnya tanpa bantuan saya. Bahkan tidur sendiri sekalipun. Proses ini selalu membuat saya dan suami terharu. Yah...meski Sheva melakukannya karena dilandasi ingin segera punya adik. Seperti yang biasa saya katakan padanya: kalo pengen cepet punya adek, Sheva harus belajar mandiri...
Dikotomi yang pertama...

Sabtu, 21 Juni 2008

Menghadapi Pilkada Jateng


Entah kenapa, saya merasa tidak begitu antusias menghadapi pilkada jateng yang akan digelar esok hari. Hal ini disebabkan, hingga beberapa jam menjelang pilkada, saya belum juga mendapatkan kartu pemilih. Ini jelas aneh, wong pada pilkada kabupaten kemarin saya jelas-jelas terdaftar, kok bisa-bisanya yang kali ini enggak? Komplain sih udah. Cerita berawal ketika suatu sore ada petugas pendataan pemilih datang ke rumah, menanyakan suami saya. Yang menggelikan justru, nama suami saya masuk ke kartu keluarga orang lain. Ketika saya mengajukan keberatan, esoknya si pendata datang lagi, dengan membawa kartu pemilih sementara yang hanya terdapat nama suami saya saja. Saya jelas protes, wong saya punya hak pilih to? Tapi kenapa, justru suami saya yang notabene adalah pendatang, justru terdaftar. Jawaban petugas itu sangat sederhana, "Maaf Bu, saya cuma pelaksana. Nggak tahu apa-apa." Nuunsewu pak/bu anggota KPU, niki pripun to? Mbok dari awal, masalah pendataan pemilih, diserahkan ke masing-masing RT saja. Mereka pasti sudah paham sama warganya. Dan kejadian seperti ini pasti bisa diminimalisir. Pak/Bu KPU..lajeng kados pundi? Katanya nggak boleh golput?

Selasa, 10 Juni 2008

Mereka Telah Pergi...

Ne...bu Anis meninggal..
Begitu bunyi sms dari Reni (sahabat SMA saya). Bu Anis (Duroh Aniswati)adalah guru matematika, sekaligus wali kelas saya saat kelas 2 di SMU 2 Wonosobo. Sejenak pekerjaan saya terhenti. Ada sesal di hati saya, sebab beberapa hari yang lalu, begitu mendengar kabar bu Anis kritis karena komplikasi penyakit leukimia dan ginjal, sempat terbersit keinginan untuk mengumpulkan teman-teman seangkatan untuk menggelar doa bersama demi kesembuhan beliau. Tapi karena kesibukan saya dan teman-teman, rencana itu ternyata hanya menjadi sebuah wacana semata, alias tak terealisasi. Beberapa bulan yang lalu, rasanya belum hilang keterkejutan saya, mendengar seorang guru saya yang lain, bu Ucuk (guru Bahasa Indonesia) juga meninggal karena kanker rahim. Saat mendengar bu ucuk meninggal, terus terang saya menangis. Ada sebuah kejadian yang tak mungkin saya lupakan. Ah..betapa kematian adalah rahasia Allah SWT, seperti juga hidup dan jodoh seseorang. Ya Allah, sesungguhnya hanya kepadaMu kami kembali. Semua hanya soal waktu. Dan hari ini, dua orang yang saya hormati itu telah pergi. Saya percaya Engkau akan menempatkan mereka di tempat yang layak...bersama orang-orang yang baik..sebab, mereka adalah orang-orang yang baik. Amin.

Minggu, 01 Juni 2008

The Untold Story..


Dan perempuan di depan saya ini tak lebih dari seorang perempuan renta, tak berdaya dan merasa sepi. Air matanya selalu menetes disetiap kehadiran saya. Dia selalu terharu dan begitu cair menyambut saya. Sebuah situasi yang sangat kontras dengan apa yang terjadi pada kami, enam belas tahun yang lalu. Keras, tegas dan sikap tak peduli pada saya. Bahkan tak jarang, beberapa sikap dan perkataannya membuat saya ciut, tersudut, lalu menangis sendirian...dan tak ada yang tahu. Betapa hari-hari bersamanya, tak ubahnya hari-hari yang berat, tegang dan melelahkan. Wajar jika saya tak berarti baginya. Sebab kehadiran saya (kakak-kakak dan adik saya) tak begitu di harapkannya, karena kami terlahir dari sebuah perkawinan yang kurang mendapat restu darinya. Saya lelah setiap kali menerima pembandingan-pembandingan dengan anak-anak lain. Mereka lebih cantik, lebih pintar dan memiliki orang tua dengan tingkat perekonomian yang jauh lebih tinggi dari orang tua saya. Sungguh sebuah pengalaman traumatik yang terkadang masih membuat saya sakit dan menangis saat mengingatnya. Dan itu sungguh saya pendam sendiri. Sebuah cerita yang tak pernah saya ungkapkan, bahkan pada bapak sekalipun.
Dan, perempuan di depan saya ini benar-benar kesepian. Sebab kini, di masa tuanya, semua orang yang dulu dibangga-banggakannya itu, dan selalu menjadi pembanding bagi saya (karena saya dianggapnya tidak lebih baik dari mereka) satu-satu telah mengabaikannya, menguap meninggalkannya. Dan saya, bak seorang putri yang semula teraniaya, kini menjelma menjadi pelipur lara. Seorang putri tempat berkeluh kesah dan bersandar saat dia lelah. Menjadi telaga tempat dia menumpahkan segala gundah. Ini semua, karena bapak selalu mengajarkan pada anak-anaknya untuk selalu menghormati orang lain. Meski seseorang itu pernah menorehkan luka di kehidupan kita sekalipun. Apalagi terhadap saudara, bahkan seseorang yang telah membuat kita ada.
Salam dan hormat kami untuk mbah putri: kami tetap menyayangi mbah putri apapun yang terjadi...

Sabtu, 31 Mei 2008

Titip Salam Buat Lintang


"Jangan sedih Ikal, paling tidak aku telah memenuhi harapan ayahku agar tak jadi nelayan..."
Dan kata-kata itu semakin menghancurkan hatiku, maka sekarang aku marah, aku kecewa pada kenyataan begitu banyak anak pintar yang harus berhenti sekolah karena alasan ekonomi. Aku mengutuki orang-orang bodoh sok pintar yang menyombongkan diri, dan anak-anak orang kaya yang menyia-nyiakan kesempatan pendidikan.

Dan air mata saya meleleh lagi membaca salah satu bait dalam novel karya Andre Hirata itu. Masih banyak paragraf-paragraf lain dalam novel ini yang membuat saya tersentuh lalu menangis terharu. Inilah kali kedua sebuah novel yang saya baca, mampu menyentuh naluri saya, bahkan saya menangis (setelah novel fenomenal Ayat-ayat Cinta). Saya tersentuh dengan tokoh Lintang. Seorang pandai nan jenius, tak mengenal menyerah melawan medan ganas hingga puluhan kilometer, demi berangkat sekolah. Namun nasib baik lagi-lagi tak berpihak padanya. Lintang saya ibaratkan seperti sebongkah berlian yang tertutup debu dan lumpur. Cita-citanya surut dan takluk pada sebuah raksasa yang bernama kemiskinan.
Seandainya Andrea Hirata membaca tulisan saya ini (mungkin), saya hanya ingin menyampaikan satu hal: Saya tahu, tokoh Lintang adalah nyata. Entah kenapa, tiba-tiba saya ingin bertemu dengannya. Mungkinkah? Setidaknya saya ingin berkirim salam padanya. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia pendidikan (meski bukan guru), novel ini benar-benar membuat naluri saya teriris. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa kasus Lintang ada di sekitar kita. Anak jenius yang seharusnya bisa menjadi kebanggaan bagi negara ini, harus terkurung pada kemiskinan. Dia menyerah pada kemiskinan. Sungguh sebuah ironi... Salut buat Andrea Hirata. Novel Anda sungguh realistis. Dan selamat, Anda berhasil membuat saya menangisi nasib Lintang..

Selasa, 27 Mei 2008

Makna Kehilangan


Dan sandal kesayangan Sheva itu pun hilang dalam perjalanan ke Purwokerto Minggu pagi. Secara, perjalanan kami lakukan dengan motor. Rencana bergembira di KidsFun pun menjadi agak berantakan. Tak henti-hentinya Sheva menyesali dan sesekali dia menangis manakala teringat sandal kesayangannya yang hilang itu. Bukan hanya Sheva yang menyesal, sebenarnya saya juga sedikit merasakan hal yang sama. Sebab, harga sandal itu yang menurut saya lumayan mahal, hehehe... Tapi saya dan suami saya terus menghiburnya. Berjanji bahwa kami pasti akan membelikan sandal pengganti yang tidak kalah bagusnya. Berbagai model dan merk kami tawarkan. Pada beberapa model dia tertarik. Pilihan akhirnya jatuh pada sebuah sandal jepit bergambar Naruto, kartun kesukaannya Awalnya kami kira hal itu akan membuat Sheva lupa pada sandalnya yang hilang. Tapi, rasa sedih ternyata bukan hanya monopoli orang dewasa saja. Dalam sebuah buku saya pernah membaca, rasa sedih juga menjadi salah satu penyebab seorang anak kecil dapat kehilangan nafsu makannya. Susah payah kami meyakinkan pada Sheva, bahwa di balik kehilangan kita pada sesuatu akan ada hikmah yang akan kita peroleh. Dan Alloh senantiasa memberikan ganti yang lebih baik pada kita asalkan kita ikhlas menerimanya. Dengan bahasa anak-anak, saya mengajak Sheva berdoa, semoga sandal itu jatuh tidak secara terpisah. Supaya seseorang yang menemukannya dapat merasakan manfaat dan kebahagiaan atas sandal itu. Dan mudah-mudahan, orang yang menemukan sandal itu adalah benar-benar orang yang membutuhkannya. Dan di luar dugaan kami, di sela-sela tangisnya, Sheva berujar, bahwa sandal itu bukan rejekinya, melainkan rejeki seorang anak yang tidak mempunyai sandal dan ingin sekali memiliki sandal. Amin... Terkadang, mendidik seorang anak kecil memang bukan sebuah perkara yang gampang. Baik buruk yang kita ajarkan, akan cepat sekali mereka tangkap, dihafalkan lalu dilakukan. Tapi pada dasarnya, mereka seperti selembar kain putih. Pada mereka lebih baik kita ajarkan untuk menasehati, tapi tidak memaki. Menyayangi, tapi tidak memarahi.

Jumat, 23 Mei 2008

Selamat Ulang Tahun, Sheva...


Tidak terasa, Sheva sudah berumur empat tahun. Rasanya baru kemarin kami merasakan 'kerepotan-kerepotan' kecil sejak kelahiran Sheva. Tadi malam, kami bertiga menghabiskan waktu dengan membuka foto-foto lama Sheva, menyimak metamorfosanya, dari Sheva berumur tujuh hari, sampai foto terbaru yang belum lama ini kami ambil. Dan hari ini (beberapa jam sebelum pemerintah memutuskan kenaikan harga BBM), kami ingin memanjatkan doa untuk kebahagiaan putra kami ini: Mudah-mudahan Alloh SWT selalu melindunginya, meluruskan jalannya yang masih sangat panjang, menjaganya dan menjadikannya anak yang sholeh dan berguna bagi orang tua, keluarga, agama serta negaranya. Amin..

Rabu, 14 Mei 2008

Si Mansur



Dulu sebelum menikah, saya punya julukan buat si ayah (yang waktu itu saya panggil Aa, ehm..) yaitu si Mansur alias Manusia Kasur. Gimana enggak, tiap kali saya main ke kontrakan si Aa, pasti lagi pules tidur. Ada bom meledak di sebelahnya juga ngga bakalan bangun, kali. Dan ternyata, julukan si Mansur itu masih saja disandangnya meskipun kami sudah menikah dan punya anak. Eh, ada sebuah cerita lucu yang selama ini gak pernah saya ceritain sama siapa pun, dan saya pasti bakalan terpingkal-pingkal sendiri saat mengingat peristiwa itu. Ceritanya waktu itu, kami sedang hangat-hangatnya menikmati masa honeymoon kami di Jogja. Iseng-iseng, kami tergoda juga ingin mencoba sebuah produk suplemen penambah kekuatan pria. Sebenarnya, saya sih yang kepengen. Aduh..terpaksa sebut merk nih... Itu lho IREX (Ups, sori nih..don't try this at home, ya..). Tapi apa yang terjadi?! Dengan penuh berdebar-debar menunggu khasiat suplemen itu, bukannya jadi tambah 'perkasa' dan melewati malam itu dengan indah, suplemen itu justru tak ubahnya seperti obat tidur bagi ayah. Ayah bener-bener tertidur pulas sampai pagi. Dan bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya malam itu, antara berharap, perasaan dongkol tapi bercampur geli.Hahaha....! Ternyata julukan si mansur itu menurun juga pada anak saya. Mereka berdua benar-benar tidak butuh hitungan menit untuk terlelap. Begitu tubuh menyentuh kasur, bisa langsung tertidur pulas. Jangan berharap deh, bisa ngobrol panjang lebar sama si ayah di tempat tidur. Apalagi curhat. Baru beberapa kalimat saya buka, eh... yang terdengar malah dengkuran ayah. Lha, yang satu ini juga kebiasaan ayah, Selain mansur, ayah juga tukang dengkur. Pada awalnya, saya terganggu sekali dengan suara dengkuran ayah. Tapi sekarang, saya malah khawatir kalau ngga dengar dengkuran ayah. (Takut kalau si ayah tahu-tahu pingsan..hikikik). Wong, ayah itu ngakunya suka bola, tapi kalau tengah malam ada pertandingan bola di televisi pun, bisa ditebak, ayah lebih berat sama kasur (eh..ada yang protes nih di belakang). Kalau menurut saya, 'penyakit' tidur ayah udah termasuk parah. Lha gimana enggak, obat kuat sekelas Irex aja nggak mempan, tuh!

Minggu, 11 Mei 2008

Sebuah Perenungan

Saya akan bercerita tentang dua buah kejadian yang saya alami, dan saya yakin, setelah membaca cerita ini, kita akan mendapat sebuah pelajaran tentang sebuah kata: SEMANGAT! Cerita pertama terjadi beberapa bulan yang lalu, ketika sedang di sebuah pasar tradisional. Sekelompok pemuda yang mengamen, mendekati saya. Mereka memainkan gitar dan bernyanyi di samping saya yang sedang sibuk bertransaksi. Satu dari mereka mencolek bahu saya lalu menyodorkan tangannya mengharap saya memberi beberapa keping uang recehan. Dengan halus saya menggeleng. Tak saya sangka, pengamen itu malah memaki-maki saya. Katanya, dia akan mendoakan saya supaya jatuh miskin karena saya pelit. Lalu sambil berlalu salah satu dari mereka berujar, "Mau jadi apa negara ini, kalau semua orang pelit seperti kamu!" MasyaAllah..Dalam hati saya miris, apa jadinya negara ini kalau pemuda-pemudanya tak mau kerja keras. Saya tak memberi mereka uang bukan karena saya pelit, tapi sungguh saya hanya ingin memberi sebuah pembelajaran sederhana, bahwa mereka masih sangat muda, tenaga mereka masih sangat kuat untuk bekerja apa saja yang halal. Saya termasuk orang yang selalu membiasakan diri saya untuk tidak memberi uang kepada pengemis dan pengamen yang masih muda dan kuat. Kejadian yang kedua saya alami kemarin siang. Seorang bapak tua, mungkin seusia bapak saya namun masih kelihatan kuat, melintas di depan kontrakan saya, memikul dagangan berupa peralatan rumah tangga terbuat dari bambu. Beliau meminta ijin untuk numpang berteduh di depan kontrakan saya. Hari itu memang sudah sangat siang. Panas pula. Iseng-iseng saya menawar beberapa dagangannya yang masih banyak. Sambil bercerita, bahwa beliau mengambil dagangannya ini hingga ke Kebumen dan Banyumas. Ah, dalam hati saya malu sekali. Beliau yang sudah sepuh ini, dan sudah saatnya menikmati masa tuanya saja, masih mau memikul beban, berdagang keliling kota, mencari rejeki. Dan dari dagangannya itu saya yakin, beliau mendapatkan untung yang tidak seberapa. Tapi yang terpancar pada wajahnya yang legam dan berkeriput adalah kejujuran dan semangat yang luar biasa. Sementara saya yang masih muda begini, kadang sering mengeluh malas berangkat kerja, capek, kurang bersyukur dan lain-lain. Dua cerita yang sangat kontras. Tapi setidaknya saya bisa mengambil sebuah pelajaran yang sangat berarti, bahwa mumpung masih muda, harus SEMANGAT untuk bekerja, berprestasi, berkarya dan berguna bagi orang lain. Bahwa negara kita masih membutuhkan 'semangat, pikiran dan tenaga' para pemudanya, untuk mengejar ketertinggalan negara ini dari negara lain. Dan bahwa nasib kita di masa datang adalah ditentukan dengan apa yang kita lakukan sekarang. Bukan begitu?

Sabtu, 26 April 2008

Skeptis Abiss...!


Saya sebenarnya paling tidak suka dengan orang yang tidak punya keinginan untuk belajar. Mentang-mentang mereka sudah Sarjana, barangkali! Ah, saya sekarang kok lebih sering merasa skeptis dengan gelar kesarjanaan seseorang. Apalagi sekarang marak sekali nilai dan ijazah yang didapat oleh seseorang dengan cara 'membeli'(Mudah-mudahan di antara kita nggak ada yang terjebak dalam sindikat itu. Amin..). MasyaAlloh..mau jadi apa negara ini. Yang sedang membuat saya jengkel saat ini adalah, bahwa sekelompok orang-orang yang tidak punya keinginan untuk belajar itu ada di sekitar saya, di lingkungan kerja saya. Padahal mereka sarjana-sarjana lho..! Masak iya....karena, (maaf) mentang-mentang udah sarjana, terus..nggak mau belajar? Saya memang lulusan Diploma, tapi terus terang, saya malu untuk mengakui bahwa saya mantan anak kuliahan (selama ini orang taunya saya cuma lulusan SMA, karena saya masuk sebagai PNS dengan menggunakan ijazah ini). Nggak papa lah...yang penting mau belajar. Dari pada ngakunya Sarjana, tapi ternyata sama sekali nggak siap menghadapi dunia kerja. Disuruh apa-apa, belum-belum udah bilang ngga bisa. Disuruh membuat surat pengantar aja bingung. Apalagi disuruh bikin proposal?! Disuruh ikutan bintek, ngaku nggak pede. Apalagi disuruh tampil di muka umum? Kayak gitu kok minta diangkat jadi PNS. Aduuh...saya kok jadi marah-marah sendiri ya? Mungkin karena emang akhir-akhir ini, saya sedang merasa jenuh dengan suasana kantor. Salah satunya ya karena tiap hari berhadapan dengan orang-orang seperti itu, orang yang nggak ada keinginan untuk belajar. Bikin 'rusak' institusi aja. Saya jadi tidak bisa mendelegasikan sebagian tugas-tugas saya pada mereka. Jangankan mendelegasikan, disuruh bantu-bantu saya aja, mereka nggak pede. Takut salah lah! Beban kerja saya jadi terasa berat banget dipikul sendirian. Makanya saya cepet bosen dengan suasana kantor akhir-akhir ini. Pengen libur sehari...aja, telpon krang kring melulu. Nggak diangkat...gantian sms yang tat tut tat tut...! Padahal isinya, cuma tanya: arsip surat ini dimana mbak? NUPTKnya pak ini berapa mbak...? OH MY GOD!!!JANGAN CUMA BISA MENUNTUT UNTUK DIANGKAT JADI PNS DONG... KAYANYA ANDA BELUM QUALIFIED TUH..Kasian rakyat kalau aparat pemerintahannya belum siap memberi pelayanan yang maksimal. Apalagi nggak ada keinginan untuk belajar. Harus belajar dan nggak malu untuk bertanya. Itupun kalau kita nggak mau jadi orang yang 'jalan di tempat'. Ingat, dunia terlalu luas untuk tidak kita pelajari. Teknologi akan semakin cepat berlari, kalau kita nggak mau mengejar. Setuju?!

Kamis, 17 April 2008

Komputer Tua ku Sayang...

Hari ini saya posting dari warnet. Kayaknya, benar kata ayah, sudah saatnya kami ganti laptop. Komputer di rumah kami sudah terlalu udzur. Untuk download internet aja, bisa sambil ditinggal nyuci, makan, mandi... Nggak deng.. berlebiham banget ya? Tapi bagaimanapun, komputer tua itu banyak meyimpan kenangan. Secara, saya membelinya dengan hasil jerih payah banget. Bersama ayah, kami sedikit demi sedikit menyisihkan sedikit dari gaji kami hanya untuk mewujudkan impian: punya komputer sendiri. (Srk..srk..jadi terharu)

Idola Baru Sheva


Demam Eko Patrio dan Ruben Onsu sedang menimpa anak saya, Sheva. Semua karena kami sekeluarga tidak pernah ketinggalan acara mereka tiap hari Senin-Rabu di Indosiar. Saking nge-fans nya sama eko patrio, Sheva jadi ikut-ikutan menyebut nama eko dengan tambahan embel-embel mas eko. Setiap hari-hari itu, selepas maghrib, Sheva pasti udah mantengin teve, cuma buat menyaksikan penampilan mas Eko, Ruben dan nona igun alias Ivan Gunawan. Saya akui, mereka bertiga memang tengah menjadi jaminan mutu sebuah reality show bakal sukses. Apalagi guyonan-guyonan mereka sangat segar dan tidk dibuat-buat.

Sabtu, 12 April 2008

Jelang Pilkada Jabar


Hari ini saya sengaja posting lebih banyak. Mumpung di warnet perpusda, sekalian pinjam buku trus mampir sini. Besok adalah pilkada Jawa Barat. Untuk pertama kalinya warga Jabar akan memilih gubernur mereka secara langsung. Meskipun bukan warga Jabar, setidaknya saya merasa ada keterikatan dengan provinsi itu. Bagaimana pun, dalam darah Sheva juga mengalir darah orang Jawa Barat (ayah Maula kan orang Cirebon). Lebih dari itu, hampir separuh keluarga besar kami berdomisili di Jawa Barat. Jadi, nggak ada salahnya dong, kami ingin menitipkan harapan dan doa jelang pilkada Jabar esok? Kami hanya berharap, pilkada nantinya akan menjadi pilkada yang paling aman dan lancar. Siapapun yang nantinya terpilih atau tidak, akan berbesar hati menerima segala keputusan akhirnya. Yah, kayaknya masyarakat mulai jenuh ya dengan banyaknya kerusuhan yang terjadi akibat dampak dari pilkada yang ngga sportif. Jangan jadikan pilkada menjadi sesuatu yang mahal, dong..? Saatnya kita mengubah paradigma dan perspektif kita. Pokoknya, semua pihak harus legowo dan ikhlas. Lefowo menerima kekalahan, dan ikhlas dalam mengemban tugas bagi yang menang. Biar Jabar tambah maju, euy...

Khasiat UnderWear


'Penyakit' Sheva belum juga hilang. Meski berbagai cara sudah kami tempuh, tapi Sheva masih saja rewel. Saya pun sudah mencari literatur-literatur pendukung, cie.. Juga mendengar analisa-analisa dari berbagai sumber. Ada satu analisa yang cukup menggelitik dari salah seorang teman, katanya sih...Sheva lagi kena Syndrome Demerinen (bhs Jawa: iri/cemburu). Bisa jadi, lanjut sumber tersebut, ada orang dekat saya yang sedang hamil. Itulah yang bikin Sheva jadi rewel, karena dia terkena syndrom tersebut. Saya pernah dengar cerita seperti itu. Dulu ketika saya sedang hamilk Sheva pun, katanya ada salah satu balita di sekitar kami yang terkena syndrome itu. "Obatnya gampang," kata dia lagi, "kasih aja underwear bekas pakai si ibu yang lagi hamil itu. Pasti sembuh." Konon sudah ada yang membuktikan dan memang terbukti. Orang Jawa memang mengenal mitos itu. Dan sebagai orang Jawa, mau nggak mau, meski pun terdengar jorok, akan saya coba praktekkan pada Sheva. Tapi by the way, sampoai saat ini saya belum ketemu, siapa orang dekat saya yang sedang hamil...?

Sabtu, 05 April 2008

Berantas Wartawan Gadungan..


Ayah dan rekan-rekan wartawannya yang tergabung di Persatuan Wartawan Indonesia Pokja Banjarnegara di bawah pimpinan om Syarif (namanya kaya sheva, ya...) dari Suara Merdeka, lagi getol-getolnya memberantas wartawan gadungan atau beken disebut wartawan bodrex, yang banyak berkeliaran di Banjarnegara. Suatu waktu ibu pernah bertanya dengan polosnya pada ayah, kok dikasih nama wartawan bodrex? Kata ayah, wartawan bodrex itu kebanyakan wartawan yang ga punya media tetap. Mereka sering 'gentayangan' menghantui nara sumber untuk (pura-pura) wawancara trus buntut-buntutnya melakukan pemerasan kepada sang nara sumber. Minta duit, gitulah..kata ayah. Berapapun biasanya mereka terima. Cukup kali, buat beli Bodrex obat sakit kepala. Makanya keberadaan wartawan bodrex itu bikin imej buruk bagi korps wartawan khususnya di Banjarnegara. Makanya, ayah, om Syarif, pakdhe Muchtar (Kedaulatan Rakyat), pakdhe Itho (Wawasan) dan yang lainnya, siap memberantas para wartawan gadungan dan akan mengembalikan nama baik korps wartawan di lingkungan Banjarnegara. "Pokoknya, nggak ada tempat bagi wartawan bodrex!!" kata ayah semangat. Oke deh ayah...

Jumat, 04 April 2008

Ada Apa Dengan Sheva?


Akhir-akhir ini saya (dan suami) dibuat bingung dan pusing dengan perubahan sikap Sheva yang cenderung ekstrim. Tiba-tiba saja Sheva kini menjadi anak yang cengeng, cenderung brutal dan...tidak mau berpisah dengan saya. Ini yang paling membuat saya bingung. Bahkan di pagi hari, saya semakin susah untuk melepas sheva agar mau tetap tinggal di rumah bersama embah dan mbak e yang baru. Ada apa dengan Sheva? Bayangan saat dia merengek pada saya dan meminta saya untuk tidak berangkat kerja, selalu membuat konsentrasi kerja menjadi pecah. Sering saya merasa tidak tenang di kantor. Apalagi tiap menerima sms atau telpon dari rumah: Sheva rewel..

Ada apa denganmu, Nak? Tidak cukupkah waktu yang ibu berikan untukmu tiap hari? Atau adakah sesuatu yang mengganggumu di luar sana, sehingga kau tak merasa aman dan selalu ingin dekat dengan ibu? Ketahuilah Nak, ibu dan ayah sangat sayang pada Sheva melebihi apa pun di dunia ini. Kami tak akan pernah membiarkanmu tak merasa nyaman. Percayalah...

Senin, 03 Maret 2008

Lagi-lagi Tanpa Pembantu Lagi

Pulang kerja, capek banget. Liat si embak yang lagi setrika segunung karena kemarin emang hujan mengguyur hampir tiga hari lamanya. Praktis jemuran banyak yang nggak kering. Menumpuk dan lembab. Melihat setrikaan yang segunung itu saya sempat menegur mba Eni, si embak yang hampir tiga bulan ini bantu-bantuin embah kakung di rumah, untuk nggak sekaligus nyetrika baju yang segunung itu. tapi mba Eni kekeh pengen nyelesein setrikaan hari ini. Ternyata eh ternyata, kelar menyetrika baju, si embak langsung 'pamitan' pada kami. pamitan dalam arti benar-benar 're sign' dari pekerjaannya di rumah kami. Emang saya udah dengar lama kalo si embak mau menikah dalam waktu dekat. Beberapa hari yang lalu sebenarnya kami sudah berusaha membujuknya untuk tidak buru-buru resign sebelum kami dapat penggantinya. Tapi eh... ternyata dengan alasan mau persiapan pernikahan, si embak mendadak pamitan. Ya kami nggak bisa berbuat apa-apa. Mencegahnya pun saya rasa kurang manusiawi. Dan saya memang tipe orang yang ngga tegaan. Padahal, kami sudah lumayan cocok dengan cara kerja si embak yang ngga banyak omong ini. Akhirnya, untuk kesekian kalinya, lagi-lagi kami harus tanpa pembantu lagi. Buat saya, ini hal yang sangat memalukan, mengingat dalam setahun terakhir kami sering gonta-ganti pembantu. Padahal, saya bukan tipe orang yang cerewet sama pembantu. Terhadap semua pembantu-pembantu kami, saya dan suami termasuk orang yang tidak suka banyak memerintah, menyuruh atau berkomentar terhadap hasil kerja mereka. Pelit juga tidak. Tapi anehnya, problem gonta-ganti pembantu tetaap kami alami, bahkan hingga sekarang. Huh, cape deee...

Sabtu, 09 Februari 2008

Pendekar Takut Jarum


Kesibukan ayah Maula yang seorang wartawan, emang udah menyita waktunya bersama kami, ibu dan Sheva. nggak cuma kadang-kadang, tapi terlalu sering waktu ayah tersita di luar cari berita. Bete juga sih, tapi lama-lama kami terbiasa aja ditinggal ayah. Ibu dan Sheva memang harus banyak mengalah dengan 'profesionalisme' ayah sebagai seorang jurnalis. Gak papa yang penting asap dapur terus mengepul. Even itu hari libur, ayah tetap aja harus dituntut untuk cari dan menyajikan berita. Ga kayak ibu yang Pegawai Negri, jam kerja ayah emang ngga ada batasan, 24 jam non stop! Makanya, saking seringnya ditinggal, ibu dapat julukan 'the most jablai'. Udah sibuk begitu, kalo hari minggu ayah masih suka nyempetin latihan Jet Kun Do (Bela diri kungfu shaolin) sama abg-abg di Gor. Katanya sih, ayah pengen sehat. Mmmm, it's okey! Trus lain hari alasannya pengen jadi kekar kayak pendekar (@#$???!>>>>@?!). Kadang-kadang ibu suka sewot juga kalo ayah berangkat latihan Jet Kun Do, habis... kaya ngga ada kerjaan lain ya, secara ibu pengen kalo minggu pagi ayah nemenin ibu jalan-jalan pagi gitu... Tapi ya sometime ibu geli juga sama ayah, ngakunya sih pendekar, tapi asal tau aja, ayah paling takut sama jarum suntik, hihihi hahahaha...kakakakak!!!!

Jumat, 08 Februari 2008

Salam Kenal


Assalamu'alaikum...
Salam perkenalan...! Blog ini berisi tentang catatan-catatan harian yang semuanya berisi tentang curahan hati .. semua tentang putra kami: Syarif Tahmid Musyafa' atau biasa kami panggil Sheva yang lahir pada hari Minggu 23 Mei 2004. Di pondokmusyafa akan ada cerita tentang ayah Maula (Maula Asadillah) dan ibu Nea ( Rini Sasiaprilleana) .... pondokmusyafa adalah impian kami tentang sebuah keluarga kecil yang bahagia, sejahtera selamanya. Semoga...