Jumat, 18 Juli 2008

Dia Sudah Besar...?



Sheva mulai belajar banyak hal. Dia selalu merasa dirinya sudah besar. Apa-apa ingin dia lakukan sendiri. Bahkan tak mau dibantu siapapun. Tak jarang, saya dan ayahnnya dibuat kagum, haru, geli dan pasti bahagia dengan tingkahnya. Seperti ketika suatu malam, Sheva hendak mematikan lampu kamar yang tak terjangkau olehnya. Dia merasa bisa melakukannya sendiri. Saya sempat ragu. Tapi kecerdasannya, memupuskan keraguan itu. Tanpa disadarinya bahwa kami sedang memperhatikannya, diambilnya beberapa bantal untuk ditumpuk dan dijadikannya pijakan agar dia menjangkau saklar listrik. Luar biasa. Sebuah ide sederhana yang belum tentu terpikirkan oleh anak seusianya. Bagi orang dewasa, mungkin apa yang dilakukan Sheva adalah hal yang jamak. Tapi untuk anak seumuran Sheva, dan bagi kami, tentunya ini kemajuan kecerdasan yang layak membuat kami kagum dan terharu. Atau di suatu kesempatan yang lain, saat Sheva mendapati saya yang tengah murung dan merenung, dia bertanya apa yang sedang saya pikirkan. Saya bilang, bahwa saya sedang sedih karena tidak punya uang (Saya khilaf, dan tak seharusnya saya mengatakan hal itu padanya). Ternyata kata-kata yanng meluncur dari mulut Sheva, sungguh di luar dugaan saya: "Makanya... ibu kerja yang bener biar dapat duit..." Subhanallah.. Dan yang tengah membuat saya dan suami saya bangga adalah Sheva sudah berani tidur terpisah kamar dengan kami. Sekaligus Sheva belajar konsekuen dengan permintaannya, yaitu sebuah sprigbed susun (walau untuk mendapatkannya kami harus mencicil 10x, Hehehe...). Meskipun beberapa sikap dan perkataanya kadang membuat kami jengkel dan terasa menyebalkan, toh kami tetap bersyukur atas anugrah dari Allah yang tak ternilai ini. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa membimbing kami agar selalu menjaga amanah-Nya ini dengan baik.... Amin.

Rabu, 09 Juli 2008

Pengen Punya Adek...



Sudah beberapa bulan ini sebenarnya, anak saya menginginkan kehadiran seorang adik. Mungkin karena mellihat beberapa teman sebayanya yang sudah memiliki adik. Bahkan dek Iren (sepupu Sheva) aja udah punya adik. Saya dan suami (didukung penuh oleh mertua) sesungguhnya mempunyai rencana menambah momongan saat Sheva berumur 6 tahun, ya..kelas 1 SD lah.. Dengan asumsi bahwa pada usia itu, Sheva sudah bisa melakukan aktifitasnya sendiri. Setidaknya tidak begitu tergantung pada saya atau ayahnya. Apalagi jika melihat kesibukan ayah akhir-akhir ini yang makin 'menggila', dan saya pun sudah menyusun rencana jangka pendek untuk kuliah lagi. Belum lagi problem gonta-ganti pembantu yang hingga saat ini mudah-mudahan tak terjadi lagi. So, kami pikir lebih baik kami menunggu 2 tahun lagi untuk menmbah momongan. Secara, rumah pun kami masih kontrak. Tapi rupanya, delusi Sheva akan hadirnya seorang adik di sisinya, menciptakan sebuah situasi yang sangat paradoksal di hati saya. Beberapa kali saya mencoba memberi pengertian kepada Sheva, arti kehadiran seorang adik di sisinya kelak. Bahwa, saat dia punya adik nanti, dia harus lebih dewasa dan mandiri, dalam arti melakukan segala aktivitasnya sendiri. Makan sendiri, tidur sampai mandi juga harus sendiri. Dia juga harus belajar berbagi dengan adiknya, dan yang pasti harus banyak mengalah. Doktrin saya membuahkan hasil. Meski belum sepenuhnya, kini Sheva mulai membiasakan diri melakukan aktivitasnya tanpa bantuan saya. Bahkan tidur sendiri sekalipun. Proses ini selalu membuat saya dan suami terharu. Yah...meski Sheva melakukannya karena dilandasi ingin segera punya adik. Seperti yang biasa saya katakan padanya: kalo pengen cepet punya adek, Sheva harus belajar mandiri...
Dikotomi yang pertama...