Senin, 03 Maret 2008

Lagi-lagi Tanpa Pembantu Lagi

Pulang kerja, capek banget. Liat si embak yang lagi setrika segunung karena kemarin emang hujan mengguyur hampir tiga hari lamanya. Praktis jemuran banyak yang nggak kering. Menumpuk dan lembab. Melihat setrikaan yang segunung itu saya sempat menegur mba Eni, si embak yang hampir tiga bulan ini bantu-bantuin embah kakung di rumah, untuk nggak sekaligus nyetrika baju yang segunung itu. tapi mba Eni kekeh pengen nyelesein setrikaan hari ini. Ternyata eh ternyata, kelar menyetrika baju, si embak langsung 'pamitan' pada kami. pamitan dalam arti benar-benar 're sign' dari pekerjaannya di rumah kami. Emang saya udah dengar lama kalo si embak mau menikah dalam waktu dekat. Beberapa hari yang lalu sebenarnya kami sudah berusaha membujuknya untuk tidak buru-buru resign sebelum kami dapat penggantinya. Tapi eh... ternyata dengan alasan mau persiapan pernikahan, si embak mendadak pamitan. Ya kami nggak bisa berbuat apa-apa. Mencegahnya pun saya rasa kurang manusiawi. Dan saya memang tipe orang yang ngga tegaan. Padahal, kami sudah lumayan cocok dengan cara kerja si embak yang ngga banyak omong ini. Akhirnya, untuk kesekian kalinya, lagi-lagi kami harus tanpa pembantu lagi. Buat saya, ini hal yang sangat memalukan, mengingat dalam setahun terakhir kami sering gonta-ganti pembantu. Padahal, saya bukan tipe orang yang cerewet sama pembantu. Terhadap semua pembantu-pembantu kami, saya dan suami termasuk orang yang tidak suka banyak memerintah, menyuruh atau berkomentar terhadap hasil kerja mereka. Pelit juga tidak. Tapi anehnya, problem gonta-ganti pembantu tetaap kami alami, bahkan hingga sekarang. Huh, cape deee...